Bertempat di Ruang Seminar Besar Program Studi Teknik Pertambangan dan Program Studi Teknik Metalurgi FTTM-ITB, pada Sabtu, 25 Maret 2023, Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi FTTM-ITB menyelenggarakan “Advisory Board Meeting“. Tampil sebagai pembicara utama adalah Tubagus Nugraha, yang saat ini menjabat sebagai Asisten Deputi Pertambangan, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Tubagus Nugraha mengungkapkan Indonesia memiliki cadangan logam utama yang signifikan untuk baterai lithium. Pemerintah Indonesia akan membebaskan bea masuk dan PPN, untuk bahan baku baterai lithium yang diimpor dari luar negeri. Saat ini, di Kalimantan Utara sedang dibangun smelter aluminium rendah karbon, dengan total kapasitas produksi 500 ribu ton. Pun, diskusi telah dilakukan dengan beberapa penambang lithium di Australia, terkait penjajakan untuk membangun kilang lithium di Indonesia. Battery Technology Research (BTR) juga tengah membangun fasilitas produksi anoda di Kawasan Industri Morowali, berkapasitas produksi 80 ribu ton.
Kebijakan hilirisasi telah memicu perkembangan industri pengolahan atau pemurnian di Indonesia. Investasi pada industri pengolahan mineral tumbuh secara signifikan, terutama di industri nikel dengan 111 smelter. Selain itu, telah tumbuh kawasan industri berbasis mineral di luar Jawa, dan perkembangan perekonomian Indonesia pada umumnya, baik lokal maupun nasional.
Prof. Syoni memberikan tanggapan terkait hilirisasi logam versus end-user. Ia menekankan bahwa semua komoditas telah tercapai sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 tahun 2018. Penghentian ekspor logam berarti produk end-user harus dibuat di dalam negeri, sehingga rantai industri harus siap. Selain itu, perlu adanya penguasaan terkait segmen market end-user di dalam negeri maupun luar negeri yang realistis, hingga produk intermediate.
Adapun saran yang diberikan Prof. Syoni terkait pembenahan tata kelola hilirisasi dan industrialisasi. Menurutnya, perizinan harus memenuhi scope ketentuan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) terkait cadangan. Dimana Izin Usaha Industri (IUI) tidak termasuk administrasi tambang, sehingga izin ekspor hanya untuk perusahaan yang mempunyai IUP. IUP harus beregister hingga produk hilir logam. IUI berbasis mineral lokal mesti lengkap persyaratan administrasi sumber raw materialnya. Sedangkan raw material ekspor bebas administrasi.
Saran yang lain adalah untuk mengimpor produk end-user berbasis logam produk hilirisasi hendaknya dilakukan secara bertahap, substitusi dengan produksi dalam negeri, dan pengembangan produk antara di dalam negeri. Disamping itu perlu adanya penyusunan roadmap industrialisasi masing-masing komoditas produk logam hasil hilirisasi. (irn/jre)